Jalan di Hutan Jati

Susilo*) Kami berlari sekencang-kencangnya menyelusuri jalan kecil yang membelah rerimbunan pohon. Jalan berliku, licin, sebagian tertutup daun dan ranting, serta tak rata, naik-turun yang curam bagaikan lorong kehidupan. Hutan lebat itu dipenuhi tumbuhan berkayu raksasa, becabang melebar kanan, kiri seperti tangan perkasa yang siap menyambut dan memeluk siapapun yang datang. Keadaan makin gelap, mebuat hati kami makin ciut, merinding dan debaran jantung tembah tak teratur. Binatang-binatang mulai memanggil keluarga masing-masing untuk berkumpul mapan di peraduan. Tambah lagi muncul suara-suara kehidupan malam yang tak pernah kami dengar di kampung halaman. Airpun tak mau ketinggalan mereka turun dari tempat bersemayan. Rintik halus, satu persatu menempel di kulit kami, menambah suasana makin dingin menembus ke seluruh tubuh. Suara air yang jatuh kami rasa tak lagi selembut tadi, seolah makin menunjukkan eksistensi diri, namun daun menjadi payung yang menghambat air turun un...