Pilih Cakada Ideal?



Susilo*)

Persoalan pemimpin dalam Islam mendapat perhatian serius. Sebab Ia dibutuhkan dalam masyarakat atau komunitas bahkan dalam lingkup yang sangat kecil sekalipun. Adanya pemimpin mengendalikan sistem secara lebih terarah. Tentu saja pemimpin di sini bukan seseorang dengan otoritas mutlak. Ia dibatasi oleh syarat-syarat tertentu yang membuatnya harus berjalan di atas aturan yang benar.

Pentingnya pemimpina menurut Islam, hingga Nabi memerintahkan, Bila ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Abu Dawud). Bepergian merupakan kegiatan yang boleh dibilang sepele, itu saja diperintahkan memilih pimpinan. Apalagi yang akan kita pilih bersama dalam event Pilkada serentak beda jauh dan sangat penting, ia akan memimpin suatu wilayah kabupaten, atau provinsi. Dampak kepemimpinannya seluas wilayah kerjanya, persoalan yang dihadapi sebanyak penduduk di wilayahnya bahkan lebih, serta sistem yang harus dikendalikan sangat rumit. Sehingga perlu figur yang memiliki potensi dan kompetensi tinggi.

Imam Al-Ghazali menyambungkan pentingnya pemimpin dengan agama sebagai berikut: Kekuasaan dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama sebagai landasan dan kekuasaan sebagai pengawalnya. Sesuatu yang tidak memiliki landasan pasti akan tumbang. Sedangkan sesuatu yang tidak memiliki pengawal akan tersia-siakan.” (Abu Hamid al-Ghazali, Ihyâ Ulumiddin, tt, Beirut: Darul Ma’rifah, Juz 1, h. 17).

Dengan demikian, kita sebagai Muslim sekaligus warga negara Indonesia yang baik punya tanggung jawab untuk mengangkat pemimpin. Apalagi dalam sistem pemilihan umum yang dianut di Indonesia, partisipasi masyarakat dalam memilih diberikan sangat terbuka dan memiliki makna penting. Pilihan kita menentukan kualitas kepemimpinan dan perjalanan, pertumbuhan, dan perkembangan wilayah kita dimasa akan datang.

Lalu, pemimpin seperti apa layak kita pilih?  Sebagaimana yang tersemat dalam diri Rasulullah, kriteria pemimpin ideal ini memiliki empat sifat yang sudah sangat masyhur, yakni shiddiq (jujur), amanah (bertanggung jawab dan dapat terpercaya), tabligh (aspiratif dan dekat dengan rakyat), fathanah (cerdas, visioner). Inilah sifat-sifat ideal yang mesti ada dalam diri pemimpin, di mana pun levelnya, apa pun jenis institusinya, bahkan hingga pemimpin dalam keluarga.

Kita tak boleh pesimis terhadap pilihan-pilihan yang ada di hadapan kita yang belum memenuhi standar empat kriteria tadi. Keputusan untuk diam sama sekali, atau menjadi golput, itu tidak lebih baik. Karena, memang tidak ada orang yang memenuhi kriteria ideal maksimal, kita berkewajiban ikhtiar membuat pilihan yang 'paling ideal' di antara Cakada (Calon Kepala Daerah) yang  belum ideal. Atau dengan bahasa lain, memilih terbaik di antara yang belum memiliki kebaikan ideal.

Nah, bagaimana kita mengetahui kriteria pilihan? Cara paling mudah adalah Pertama, dengan melihat file rekam jejaknya. Sebagai rakyat pemilik hak suara harus aktif mencari tahu tentang kualitas Cakada yang hendak kita pilih. Jangan pasif, sikap pasif tidak hanya membuat seseorang buta informasi tapi juga mudah dibohongi, menerima berita yang belum tentu valid, sepihak dari timses saja, bahkan juga sangat mudah diadu-domba dengan berita-berita hoaks.

Bisa dijadikan acuan, Musyawarah Alim Ulama NU pada tahun 2012 berkesimpulan tidak boleh mencalonkan diri, dicalonkan, dan dipilih untuk menduduki jabatan publik (urusan rakyat/umat), orang yang terkena satu di antara beberapa hal berikut: (1) Terbukti atau diduga kuat pernah melakukan korupsi, (2) Mengabaikan kepentingan rakyat, (3) Cenderung memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi, (4) Gagal dalam melaksanakan tugas-tugas jabatan sebelumnya.  Dasar tentang hal ini sangat jelas dalam Al-Qur'an, artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil...” (QS an-Nisa: 58).

Kedua, Memperhatikan bagaimana cara calon pemimpin untuk naik ke kursi Cakada. Idealnya calon pemimpin tidak mencalonkan atau mengajukan dirinya sendiri, melainkan dicalonkan atau diajukan oleh masyarakat. Namun, bila hal ini belum bisa terlaksana, setidaknya Cakada menggunakan cara-cara bersih selama proses pencalonan, kampanye, hingga prosedur pemilihan yang disepakati bersama.

Catatan, bila sejak pencalonan saja, Cakada terindikasi kuat bakal menyalahgunakan wewenang misalnya dengan money politics, rakyat yang memilih calon atau pendukungnya sejatinya sedang melakukan perbuatan zalim. Zalim pada siapa? Pertama, zalim kepada dirinya sendiri karena menjatuhan dirinya pada 'larangan agama dan negara'. Kedua, zalim kepada orang lain karena mereka telah mengorbankan masa depan kepentingan publik dengan memilih Cakada yang kotor.

Ibnu ‘Asyur dalam kitab tafsir at-Tahrîr wat Tanwîr, mengutip pernyataan Imam Fahruddin ar-Razi, mengatakan: Jika rakyat ingin terbebas dari pemimpin yang zalim maka ia harus meninggalkan perbuatan zalim itu sendiri.” Quotes ini dilontarkan saat Beliau memberikan penjelasan ayat yang artinya, Dan demikianlah kami jadikan sebagian orang yang zalim sebagai pemimpin bagi sebagian yang lain disebabkan amal yang mereka lakukan.” (QS al-An’am: 129).

Demikian pentingnya partisipasi masyarakat dalam hal Pilkada, dan lebih utama lagi memilih Cakada yang benar-benar berpihak pada kemaslahatan umat. Hal itu tentu tak akan terwujud bila tidak dimulai dari diri kita sendiri, secara jujur, adil, bebas, rahasia, dan tanpa interfensi (baik berupa rusuah, janji manis, atau bahkan ancaman). Sekali lagi, “Meninggalkan perbuatan zalim dalam diri masing-masing votter adalah cara terbaik untuk menentukan dan mendapatkan pemimpin yang ideal.” 

Kita berdoa semoga Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun ini dan seterusnya di seluruh wilayah Indonesia, berjalan dengan aman, damai, adil, dan jujur. Mari gunakan hak pilih kita untuk memberikan yang terbaik bagi nusa, bangsa, dan agama. 

Semoga bermanfaat.

*) Anggota SPK Tulungagung, Paksi JatimPAK.


Comments

Popular posts from this blog

TERJANGKIT SPIRIT MERAH PUTIH

ROAD TO HSN 2024

Satu Buku untuk Tulungagung Maju