Semua Jadi Murid dan Guru
![]() |
Susilo*) |
Keutamaan Guru atau Mengajar
Dalam pandangan Islam Guru memilik derajat yang begitu tinggi, sebagaimana tertulis dalam Musnad Al-Imam Ahmad, dari Anas, Nabi bersabda, “Permisalan ulama di muka bumi seperti bintang yang ada di langit. Bintang dapat memberi petunjuk pada orang yang berada di gelap malam di daratan maupun di lautan. Jika bintang tak muncul, manusia tak mendapatkan petunjuk.”
Maknanya, selama ilmu masih ada, manusia akan terus berada dalam petunjuk, hidayah, cahaya ilmu. Sedangkan ilmu tetap terus ada selama ulama masih ada. Jika ulama dan penggantinya sudah tiada, maka jadilah manusia hidup tanpa petunjuk dan tersesat. Sebagaimana disebut dalam Shahihain, dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dari Nabi, ia berkata, “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu begitu saja, dicabut dari para hamba. Ketahuilah ilmu itu mudah dicabut dengan diwafatkannya para ulama sampai tidak tersisa seorang alim pun. Akhirnya, manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai tempat rujukan. Jadinya, ketika ditanya, ia pun berfatwa tanpa ilmu. Ia sesat dan orang-orang pun ikut tersesat.” (HR. Bukhari, no. 100 dan Muslim, no. 2673) (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, karya Ibnu Rajab Al-Hambali, 2: 298)
Sungguh jasa guru dan ulama begitu besar. Bayangkan, ibarat nelayan yang berada di tengah lautan yang sangat luas dalam kegelapan malam lantas tak memiliki petunjuk jalan dari bintang-bintang di langit. Maka tak tahu mengambil arah kemana, hingga tersesat jadinya.
Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari ra, ia berkata bahwa Nabi bersabda, "Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya." (HR. Muslim no. 1893).
Hadits di atas senada dengan hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh. Sebaliknya, barangsiapa menjadi pelopor suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikit pun.” (HR. Muslim no. 1017).
Jika kita petik sarinya, keutamaan mengajar atau menjadi Guru adalah 1) Guru akan mendapatkan pahala semisal pahala orang yang ia ajarkan. 2) Orang yang mengajarkan ilmu berarti Mereka telah melakukan amar ma’ruf nahi munkar, demi baiknya tatanan masyarakat, berbangsa dan bernegara dengan saling menasehati. 3) Mengajar termasuk dari bentuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa. 4) Mengajar akan membimbing dan mewujudkan kehidupan bahagia pada tiap individu masyarakat hingga negara, dengan tertanamnya adab, tatanan hukun positif, norma, dan pengamalan syari'at agama.
Semua Berpeluang Jadi Guru
Bila dipandang dari sisi aturan formal, maka yang paling banyak berpeluang mengamalkan hadits di atas adalah seorang Guru. Ada info yang membahagiakan pada semua orang, bahwa bentuk pengajaran ilmu yang bisa dilakukan dengan dua macam cara; Pertama, Dengan lisan seperti mengajarkan, memberi nasehat, atau berkata yang baik, memberikan fatwa, dan / atau menulis yang baik. Kedua, Dengan perbuatan atau tingkah laku yaitu dengan menjadi qudwah hasanah, memberi contoh tingkah laku yang baik, sopan-santun, saling menolong, menghormati, dan bentuk kebaikan lainnya.
Dua cara mengajarkan ilmu sebagaimana di atas sesungguhnya memberi pelajaran kepada semua orang untuk senantiasa memanfaatkan lisan dengan mengeluarkan kalimat-kalimat yang bernilai positif, baik, memotivasi, karena apa yang kita ucapkan didengar orang, besar kemungkinan akan menjadi referensi untuk melakukan seperti apa yang kita ucapkan. Demikian dalam bertindak, kita tak bisa menutupi dari pandangan orang lain, bisa jadi akan dicontoh. Bila ucapan dan tindakan kita baik, sama dengan telah dakwah dan syi'ar kebaikan, demikian pula sebaliknya. Semua orang berpeluang menjadi Guru dalam kancah kehidupan sosial, namun tak semua menjadi Guru dalam kaidah formal.
Semua orang berpeluang membangun tatanan kehidupan bermasyarakat yang baik sesuai aturan agama, regulasi dan norma adat budaya bangsa. Semua orang berpeluang menjadi da'i, dan syi'ar kebaikan, mengajar, atau jadi Guru pada posisi masing-masing melalui 'lisan dan tindakan'. Ingat kita mendapat pencerahan, dan peluang baik ini semua juga karena Guru-guru kita. Hormati, hargai, jaga marwahnya, dan selalu muliakan Guru, maka dengan demikian sesungguhnya kita juga telah menjadi 'Guru'. Setiap orang adalah 'Murid' dan semua orang ialah 'Guru'.
Selamat Hari Guru Nasional 2024, "Guru Hebat, Indonesia Kuat", (Kuat itu semua berintegritas, Indonesia bersih korupsi).
Semoga bermanfaat.
*) Anggota SPK Tulungagung, Paksi JatimPAK.
Comments
Post a Comment