MODAL UTAMA BERUMAH TANGGA

Bagaimana piwulang (ajaran) Jawa terkait dengan pegangan atau modal sebuah pernikahan? Apakah selaras dengan ajaran Nabi SAW? Mari bersama kita renungi.

Hari ini kebetulan kami dimintai tolong oleh Saudara untuk turut mengantarkan Putrinya yang menikah. Kami mendapat tugas tambahan untuk menjadi jubir dalam walimatul 'urusy tersebut. Sengaja kami tulis materi adicara serah-terima Pengantin ini untuk mengabadikan momen bahagia Mereka.

Setelah tugas utama, menyerahkan Pengantin Putri kepada pihak-pihak selesai, kami lanjutkan dengan memberi hadiahkan kenangan sebuah Tembang Macapat Asmarandhana berikut ini:

Gegarane wong akrami... Dudu bandha dudu rupa... Amung ati pawitane...

Luput pisan kena pisan.. Yen gampang luwih gampang...

Yen angel-angel kalangkung.. Tan keno tinumbas arto...

Jika diterjemah dalam Bahasa Indonesia:

Modal orang berumah tangga.. Bukan harta bukan rupa.. Hanya hati bekalnya...

Gagal sekali berhasil sekali... Jika mudah terasa lebih mudah...

Jika susah terasa sangat susah.. Tak bisa dibeli dengan uang....

Gegarane berasal dari kata garan (pegangan), jadi pegangan atau modal dalam pernikahan itu bukan harta bukan pula rupa. Jika karena kedua hal itu, pernikahan akan rentan perpecahan. Mengapa? Jika nikah karena harta, kalau hartanya habis cinta akan menipis, kalau bangkrut cinta akan mengkerut. Bila nikah karena rupa, kalau hilang cantik atau tampannya cintanya pun menjauhi keduanya. Cinta yang menipis, mengkerut, habis atau hilang akan memicu pindahnya pandangan. Inilah awal tumbuhnya perselingkuhan atau bahkan perceraian. Nenek moyang kita melanjutkan pituturnya, bahwa hanyalah hati bekal yang utamanya. Hati itu tempatnya iman, perasaan dan sakinah. Jika hati (iman) terjaga, maka amanlah rumah tangga, bila level imannya menurun, turun pula derajat sakinah dalam rumah tangga. Kalau dalam rumah tangga tidak iman di dalamnya, apa yang terjadi? Patilah gak aman dan gak nyaman semuanya.

Gagal sekali, berhasil juga sekali. Kehidupan ini penuh keseimbangan tiada orang yang selalu salah atau selalu gagal. Tapi ada saat dimana orang itu dalam posisi benar atau berhasil. Begitulah fluktuasinya, terus berjalan dalam kondisi seimbang, bergantian, beriringan. Kalimat berikutnya, ketika mudah maka terasa sangat mudah. Bila Tuhan berkenan memberi kemudahan, maka semua akan terasa sangat mudah. Semua seolah berjalan sesuai keinginan, hingga terkadang hal ini membuat kita terlena dan sombong (padahal semua terjadi atas kehendak Tuhan).

Dalam pitutur selanjutnya memberi pemahaman bahwa Tuhan hendak memberi keseimbangan. Dengan cara memberi kesulitan, jika susah maka terasa sangat susah. Bila Allah berkehendak diberi kesulitan, maka semua akan terasa sulit. Mungkin kita saat kesulitan berfikir bahwa uang adalah solusi satu-satunya, namun menurut para leluhur, keadaan sulit itu tidak semua bisa diselesaikan dengan uang agar berubah menjadi mudah. Sesungguhnya dengan kesulitan ini Tuhan hendak memberi pelajaran berharga. Agar kita tawakkal, bersandar dan berserah diri kepada Sang Pengatur Kehidupan adalah solusi terbaiknya.

Semoga bermanfaat...


Penulis: Susilo (Pernikahan Heri & Deni, 14 Agustus 2024)


Comments

Popular posts from this blog

ROAD TO HSN 2024

ADA JIHAD DALAM POLITIK?!

Satu Buku untuk Tulungagung Maju