Organizational Citizenship Behavior (OCB)

 

Susiulo*)

Menu kali ini merupakan kebalikan dari Queit Quitting, sikap yang jika dibiarkan memiliki kecenderungan membahayakan. Sedangkan sikap, dan perilaku yang satu ini sebaliknya, sangat positif dan dibutuhkan untuk percepatan dan pengembangan organisasi. Maka organisasi yang mampu menumbuhkembangkan dengan subur sikap ini ia memilkiki peluang besar menjadi pemenang.

Definisi 

Konsep OCB pertama kali digunakan dalam literatur penelitian organisasional pada awal 1980-an. (Bateman dan Organ, 1983). Menurut Purnamie (2014), OCB merupakan kontribusi individu yang melebihi tuntutan peran di tempat kerja. Robbins (2006) mengemukakan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif.

Sementara itu menurut Organ (1997), OCB adalah perilaku individu yang bebas, tidak berkaitan secara langsung atau eksplisit sistem pemberian penghargaan (reward) dan dapat meningkatkan fungsi efektif organisasi. Atau dengan kata lain, OCB adalah perilaku karyawan yang melebihi peran yang di wajibkan, yang tidak secara langsung atau eksplisit diakui oleh sistem reward formal.

OCB juga sering diartikan sebagai perilaku yang melebihi kewajiban formal (extra role) yang tidak berhubungan denan kompensasi langsung. Artinya seseorang yang berperilaku OCB tidak berharap akan dibayar baik dalam bentuk uang atau bonus tertentu. OCB lebih kepada erilaku sosial dari masing-masing individu untuk bekerja melebihi apa yang diharapkan, misalnya membantu rekan kerja pada waktu istirahat atau diluar jam kerja dengan sukarela. 

Penting OCB untuk SPIP

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa SPIP merupakan suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Kita mengulang sejenak, bahwa SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu: a). lingkungan pengendalian, b). penilaian risiko, c). kegiatan pengendalian, d). informasi dan komunikasi, dan e). pemantauan pengendalian intern.

Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi fondasi penting dalam SPIP, ia sebagai subjek dan sekaligus objek di lingkungan pengendalian internal. Maka Organizational Citizenship Behavior (OCB) pegawai sangat mempengaruhi sistem pengendalian intenal organisasi. Untuk itu tujuan dari artikel ini adalah untuk menguraikan dampak OCB terhadap efektivitas SPIP pada suatu organisasi serta pada program-program yang lainnya.

Dimensi OCB

Berdasarkan konsep diatas, dapat kita ketahui bahwa OCB memiliki dimensi-dimensi yang jika seseorang berada dalam kriteria OCB tersebut, maka dia akan memiliki dimensi ini. Menurut Morgan et al. (1988), OCB mempunyai lima dimensi  yaitu:

Pertama, Altruism (sifat menolong) adalah perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dan menganggapnya bukan sebagai kewajiban yang ditanggungnya (tidak mengharapkan imbalan).

Kedua, Conscientiousness adalah perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan perusahaan secara sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas karyawan.

Ketiga, Sportmanship (sifat sportif) adalah perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan.

Keempat, Courtessy (kesopanan) adalah perilaku menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah-masalah interpersonal, misalnya saling menghargai dan memperhatikan orang lain.

Kelima, Civic Virtue adalah perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi.

Pada tahun 1990, Morgan menambahkan dua dimensi lagi yaitu:

Keenam, Peacekeeping adalah tindakan-tindakan yang menghindar dan menyelesaikan terjadinya konflik interpersonal (sebagai stabilitasator dalam organisasi).

Ketujuh, Cheerleading diartikan sebagai bantuan kepada rekan kerja untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi.

 

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi OCB

Menurut Purnamie (2014), peningkatan OCB karyawan dapat diitentifikasi oleh berbagai faktor yang berpengaruh terhaap peningkatan OCB. Untuk dapat meningkatkan OCB karyawan maka sangat penting bagi organisasi untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya atau meningkatnya OCB. Menurut Organ et al. (2006), peningkatan OCB dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:

  1. Pertama, Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri karyawan sendiri, antara lain: kepuasan kerja, komitmen, kepribadian, moral karyawan, motivasi dan lain sebagainya;
  2. Kedua, Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar karyawan, antara lain: gaya kepemimpinan, kepercayaan pada pimpinan, budaya organisasi dan lain sebagainya.

Apakah kedua faktor di atas tersedia dengan baik dalam organisasi kita? Ketersediaannya akan menentukan apakah OCB akan berkembang, stagnan atau justru meluncur jauh terjun ke dasar jurang yang mengerikan. Kedua factor tersebut merupakan factor dasar yang harus dimiliki secara pribadi dan organisasi. 

Manfaat OCB

Berdasarkan penelitian terdahulu, perilaku OCB berpengaruh positif (bermanfaat) apabila diaplikasikan dalam sebuah organisasi. Menurut Robbins dan Judge (2008), fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari pada organisasi lain.

 Sedangkan menurut Podsakoff, dkk (2000) dalam Purnamie (2014), dapat disimpulkan manfaat perilaku OCB dalam organisasi sebagai berikut:

Pertama, Meningkatkan produktivitas rekan kerja.

  • Karyawan yang menolong rekan kerjanya akan mempercepat penyelesaian tugas rekan kerjanya, sehingga akan pada giliriannya meningkatkan produktivitas rekan kerja tersebut;
  • Menbantu menyebarkan best practice ke seluruh unit kerja atau kelompok dalam organisasi.

Kedua, Meningkatkan produktivitas manajer.

  • Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu manajer mendapat saran atau umpan balik yang berharga untuk meningkatkan efektivitas kerja organisasi;
  • Karyawan yang sopan, menghindari terjadinya konflik dengan rekan kerja, akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen.

Ketiga, Menghemat sumberdaya yang dimiliki manajemen dan organisasi secara keseluruhan.

  • Jika karyawan saling menolong untuk menyelesaikan masalah dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer, konsekuensinya membuat manajer punya waktu untuk melakukan tugas lain;
  • Karyawan yang menampilkan conscentiousness yang tinggi hanya membutuhkan pengawasan minimal dari manajer, sehingga manajer dapat mendelegasikan tanggung jawab yang lebih besar pada mereka;
  • Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam hal pelatihan dan orientasi kerja, akan mengurangi biaya untuk keperluan tersebut;
  • Karyawan yang menampilkan perilaku sportmanship, akan sangat menolong manajer tidak menghabiskan waktu terlalu banyak untuk berurusan dengan keluhan-keluhan kecil karyawan.

Keempat, Membantu menghemat sumberdaya yang langka untuk memelihara fungsi kelompok.

  • Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat, moril (morale), dan kerekatan (cohesiveness) kelompok, sehingga anggota kelompok (atau manajer) tidak perlu menghabiskan energi dan waktu untuk pemeliharaan fungsi kelompok;
  • Karyawan yang menampilkan perilaku courtessy terhadap rekan kerja akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang dihabiskan untuk menyelesaikan konflik menajemen berkurang.

Kelima, Dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja.

  • Menampilkan perilaku civic virtue akan membantu koordinasi diantara kelompok, yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kelompok;
  • Menampilkan perilaku courtessy akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu dan tenaga untuk diselesaikan.

Keenam, Meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan karyawan terbaik.

  • Perilaku menolong akan meningkatkan moril dan keeratan serta perasaan saling memiliki diantara anggota kelompok, sehingga akan meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik dan mempertahankan karyawan yang baik;
  • Memberi contoh kepada karyawan lain dengan menampilkan perilaku sportmanship, akan menumbuhkan loyalitas dan komitmen pada organisasi.

Ketujuh, Meningkatkan stabilitas kinerja organisasi.

  • Membantu tugas karyawan yang tidak hadir di tempat kerja atau yang mempunyai beban kerja berat, akan meningkatkan stabilitas dari kinerja organisasi;
  • Karyawan yang conscientious cenderung mempertahankan tingkat kinerja yang tinggi secara konsisten, sehingga mengurangi vatiabilitas pada kinerja organisasi.

Kedelapan, Meningkatkan kemampuan organisasi beradaptasi dengan lingkungan.

  • Karyawan yang mempunyai hubungan yang dekat dengan pasar dengan sukarela memberi informasi tentang perubahan yang terjadi di lingkungan dan memberi saran tentang bagaimana merespon perubahan tersebut, sehingga organisasi dapat beradaptasi dengan cepat;
  • Karyawan yang secara aktif hadir dan berpartisipasi pada pertemuan-pertemuan di organisasi akan membantu menyebarkan informasi yang penting dan harus diketahui oleh organisasi;
  • Karyawan yang menampilkan perilaku conscientiousness akan meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya. 

Perilaku OCB, Integritas dan Dampaknya

Dari sekian panjang pembahasan, mulai dari definisi, dimensi hingga manfaat dapat kita tarik kesimpulan bahwa, Perilaku OCB akan memberi dampak positif bagi seseorang dan organisasi. Perilaku OCB menunjukan telah terinternalisasinya nilai-nilai integritas dalam diri seseorang. Jujur, pasti kerja saja gak itung-itung. Disiplin, tentu ia total manfaatkan waktu untuk tugas utama dan membantu rekan kerjanya. Tanggungjawab, merupakan citi intinya. Kerja keras sudah ditunjukan dalam keseharian. Mandiri, iya teguh, tak mudah kena pengaruh. Sederhana, gak neko-neko yang penting bisa banyak memberi manfaat. Berani, tak takut lelah, tak muntir kena cibir. Peduli, adalah jiwanya dan adil adalah kekuatan hatinya, mampu mengadili diri sendiri sebelum menghadapi pengadilan Tuhan.

Perilaku OCB juga mempunyai peranan penting dalam kesuksesan penerapan SPIP pada suatu organisasi. Karena basic yang dikelola dan diawasi dalam organisasi pemerintahan adalah sumber daya manusia dan perilaku dalam organisasinya. Dampak hebat dari perilaku pegawai OCB pada program yang lain, diantaranya: 1) Zona Integritas, secara otomatis akan terbentuk. 2) Berbagai bukti dukung yang dibutuhkan dalam MCP akan dengan mudah terpenuhi. 3) Kode etik dan perilaku atau core value ASN BerAKHLAK, terwujud maksimal. 4) BKP, akan selalu stabil memberi opini terbaik. 5) Bagi APIP, maka kapabilitanya akan mencapai nilai tinggi dan murni.

OCB begitu besar pengaruhnya pada perjalanan organisasi, maknanya perilaku ini sangat diperlukan. Oleh karenanya memetakan perilaku pada pegawai-pegawai kita perlu dilakukan, agar pimpinan memahami, lebih banyak yang menganut sikap Queit Quitting (QQ) atau berperilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB). Dengan ini maka seorang pimpinan bisa segera mengevaluasi penyebab dan segera mengambil sikap. 

 

Semoga bermanfaat.

*) Penulis adalah Paksi dari Forum JatimPAK.

 

Comments

Popular posts from this blog

ROAD TO HSN 2024

ADA JIHAD DALAM POLITIK?!

Satu Buku untuk Tulungagung Maju