MENGAPA KITA HARUS MENULIS?
![]() |
Penerbit legendaris itu meninggalkan jejak sejarah. |
Pramoedya Ananta Toer kurang lebih pernah menulis begini di novelnya, "Kamu boleh pintar setinggi langit, tapi kalau kamu tidak menulis maka kamu akan hilang dari ingatan masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian..." Tetapi kalau menulis thok dan tidak pernah diterbitkan menjadi sebuah buku ya tulisan itu hanya akan menjadi konsumsi sendiri dan tidak begitu berdampak pada orang banyak.
Kisah Tan Khoen Swie seorang Tionghoa yang lahir di Wonogiri tahun 1884 ia kemudian menikahi seorang gadis dari Surabaya bernama Liem Gio Nio dan dari pernikahannya dikarunia 3 anak. Akhir pengembaraannya ia berhenti dan menetap di Kediri.
Minat kepada sastra dan kebatinan Jawa memberi ide baginya untuk mengembangkan bisnis penerbitan bernama Boekhandel Tan Khoen Swie, di rumah sekaligus tokonya (toko Soerabaia) di Jalan Dhaha Kediri. Bisnis itu ia didirikan tahun 1915, atau 3 tahun sebelum Penerbit Balai Pustaka didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Toko Soerabaia masih terjaga di jalan Dhaha Kediri
Buku legendaris itu adalah terbitan dari Boekhandel Tan Khoen Swie: Primbon Jayabaya (Ronggowarsito), Serat Wedhatama (Mangkunegara IV), Serat Kalatidha (Ronggowarsito), Serat Gatholoco, Serat Dharmogandul, Serat Nitimani (ini buku kamasutra ala Jawa), Serat Babad Kediri. Nasionalisme keindonesiaannya juga ditunjukkan dengan menerbitkan buku berbau anti kolonial berjudul "Atoeran dari Hal Melakoeken Hak Perkoempoelan dan Persidangan Dalem Hindia-Nederland" karangan R. Boediharjo (1932) serta buku "Tjinta Kebaktian Pada Tanah Air" tahun 1941
Comments
Post a Comment