Ketika Selvi di Bawah Tulisan Malioboro
![]() |
Susilo*) |
Mangkal di Malioboro itu gak jemu-jemu dan ada sepinya, pagi, siang hingga larut malam rame ja adanya. Kemarin pagi (Jumat, 6 Desember 2024) dari pantauan kami, kira jam 5an udah ramai walau belum ada toko buka, hilir mudik warga sekitar berbaur dengan tourist dalam negeri, mereka lari-lari kecil menikmati suasana pagi.
Spot foto yang populer adalah di bawah papan petunjuk jalan bertuliskan 'Malioboro', kami perhatikan hampir tiap pengunjung berselvi disitu. Diantaranya kami ketemu pengunjung dari Tuban, Bali dan lainnya. Kami saling mengabadikan keberadaan diri juga, di ujung 'jalan Malioboro'.
Malioboro merupakan kawasan perbelanjaan yang legendaris dan menjadi salah satu kebanggaan Kota Jogja. Khas yang nancep di hati adalah cara pedagang menawarkan produk barang, maupun jasanya 'begitu sopan dan terselip nilai edukasi'. "Mas, berbagi rezeki njih... Mari kami antar, keliling (Beliau menyebut beberapa titik tujuan), nti kembali lagi kesini, atau ke penginapan.." Tata Krama tetap terjaga, menjadikan ciri khas Yogya tetap luar biasa, istimewa.
Kami penasaran apa sih arti 'Malioboro'? Ngintip dan mengutip dari website Pemerintah Daerah DIY, dalam bahasa Sansekerta, kata "Malioboro" bermakna karangan bunga. Hal tersebut mungkin ada hubungannya dengan masa lalu ketika Kraton mengadakan acara besar dan Jalan Malioboro akan dipenuhi dengan bunga. Masuk, sekarangpun Malioboro tetep dan tambah indah, seperti bunga.
Masih dikutip detikJogja dari sumber yang sama, ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa nama Malioboro berasal dari kata Marlborough, gelar Jenderal John Churchill (1650-1722) dari Inggris
Namun pendapat ini disanggah dengan adanya bukti sejarah bahwa Jalan Malioboro sudah ada sejak Berdirinya Ngayogyakarta Hadiningrat. Peter Carey berpendapat bahwa jalan raya ini telah dibangun dan digunakan untuk tujuan seremonial tertentu selama lima puluh tahun sebelum orang Inggris mendirikan pemerintahannya di Jawa.
Masih dikutip detikJogja dari sumber yang sama, ada pendapat lain yang menyebutkan bahwa nama Malioboro berasal dari kata Marlborough, gelar Jenderal John Churchill (1650-1722) dari Inggris
Namun pendapat ini disanggah dengan adanya bukti sejarah bahwa Jalan Malioboro sudah ada sejak Berdirinya Ngayogyakarta Hadiningrat. Peter Carey berpendapat bahwa jalan raya ini telah dibangun dan digunakan untuk tujuan seremonial tertentu selama lima puluh tahun sebelum orang Inggris mendirikan pemerintahannya di Jawa.
Dari sumber lain, konon katanya, Malioboro dimaknai sebagai perjalanan menjadi wali (mali) dan 'oboro' yang berarti mengembara. Secara singkat, kawasan Malioboro terdiri dari dua nama jalan utama, yaitu Margo dan Margo Utomo, yang merupakan bagian dari konsep Sangkan Paraning Dumadi, atau perjalanan manusia dari lahir hingga kembali kepada Sang Pencipta.
Menambah up nilai daya tarik Malioboro, karena disekitarnya terdapat berbagai destinasi yang bisa dijangkau dengan jalan kaki. Ato kalau ingin hemat keringat bisa naik andong, atau bentor, mantap dah. Ada sepuluh destinasi wisata di sekitar Malioboro, mulai dari Titik 0 km, Tugu Yogyakarta, Keraton Yogyakarta, Alun-alun Kidul, Tamansari, Pasar Beringharjo, Museum Benteng Vredeburg, Taman Budaya, Monumen Jogja Kembali dan Museum Kereta Keraton.
Pokoknya cerita tentang Yogyakarta itu gak ada habisnya. Hati-hati jika tak terkendali justru kitalah yang habis isi dompetnya. Tak salah jika ada lagi Jogja istimewa.
Semoga bermanfaat.
Semoga bermanfaat.
*) Anggota SPK Tulungagung, Paksi JatimPAK.
Comments
Post a Comment