Membaca hingga Tumbuh Rasa
Kesatuan jenis manusia sesungguhnya adalah persoalan yang sangat mudah dipahami dan tidak memerlukan dalil-dalil pembuktian tertentu, bila dengan berpikir jernih, logis tanpa mengedepankan keakuan. Tetapi banyak diantara manusia yang mengingkarinya dan (atau mungkin) pura-pura tidak mengerti, ya?! Selama ini pernah kita dengar, bahwa diantara mereka beranggapan ada berbagai jenis (suku) manusia mempuyai lapisan dan klas tersendiri, dianggap yang satu lebih tinggi dari yang lain. Sehingga timbul ada kelompok klas yang menguasai, menjajah atau memperlakukan kelompok klas lain secara tidak menusiawi.
Orang Yahudi adalah manusia pertama yang mengada-adakan pemikiran seperti itu, berdasarkan anggapan bahwa mereka adalah keturunan manusia yang memiliki keistimewaan dari Tuhan, yang mereka propagandakan dengan sebutan "manusia pilihan Tuhan". Mereka beranggapan bangsa lain dipandang seperti sampah dan tidak ada harganya di sisi Tuhan.
Kemudian orang Yunani, dulu mereka mengganggap dirinya sebagai orang yang beradab, sedangkan orang lain mereka pandang sebagai manusia barbar atau buas. Begitu pula Bangsa Mesir Kuno, yang merasa bahwa diri meraka sebagai bangsa "Putra Matahari" dan "rakyat Tuhan yang harus disembah".
Angan-angan seperti itu ada pula di kalangan orang Romawi, mereka menganggp sukuya sebagai "Putra-putra Roma" yang merdeka dan terhormat. Sedangkan orang lain adalah sebagai budak atau hamba sahaya.
Berbagai catatan pemikiran bangsa-bangsa di atas mengapa bisa terjadi? Ternyata kawan, mereka berupaya mempertahankan eksistensi kelompok keturunannya, untuk memberi jalan lapang agar tercapai semua tujuan.
Lalu, cara membaca, berpikir, berkesimpulan, mempropagandakan keistimewaan dan ketinggian derajat suatu suku tersebut apa selaras dengan tuntunan agama Islam? Pada salah satu firman, Allah telah jelas memberi petunjuk yang artinya, "Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu (Adam) dan Dia menciptakan darinya pasangannya (Hawa). Dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu", (QS An Nisa: 1).
Terjemah ayat di atas mengingatkan kita mengenai kesatuan asal yang mendorong adanya perasaan saling terikat, ada hubungan, saling bantu dan bersaudara diantara segenap manusia ciptaan-Nya. Mulai dari ujung barat hingga ujung timur, semua manusia yang hidup di muka bumi memiliki keterikatan persaudaraan.
Lebih lanjut, karena berasal dari Pencipta yang sama, diberi bekal akal, spiritual dan kewajiban yang sama (agar bertaqwa), kemudian saling menjaga, maka manusia memiliki kecenderungan pikiran dan perasaan yang identik atau bahkan sama. Menurut para pemikir, ilmuwan dan ulama, kita bisa memperhatikan bahwa secara umum tujuan hidup manusia itu sama, ialah ingin hidup bahagia, penuh kenikmatan, terhindar dari kesengsaraan atau segala jenis penderitaan. Jika disurvei mungkin akan ditermukan tujuan individu yang sama sebagaimana tersebut, sehingga tujuan dimaksud berkembang menjadi tujuan masyarakat hingga tujuan negara.
Dengan dalih untuk mencapai tujuan hidup inilah yang menjadi penyebab mengapa terjadi penyerangan berkepanjangan oleh Israel kepada Palestin? Mereka hanya melihat, membaca dan memperhatikan dirinya saja tanpa sedikitpun melihat, apalagi merasa dan memperhatikan, bahwa kebutuhan orang lain yang hakikatnya sama juga. Maybe, begini jika membaca tak paripurna sehingga justru kehilangan rasa.
Sungguh sempurna, luar bisa, dengan petunjuk-Nya Nabi kita mengajarkan bagaimana cara membaca dengan paripurna. Dengan demikian, Islam menjadi pembawa perdamaian dan kebahagian hidup dunia sampai akhirat. Bila cara membaca kita telah sesuai dengan tuntunan, total dan tuntas, jangankan invasi, kecurangan dan korupsi takkan terbersit dalam diri. Rasa empaty kepada sesama akan tumbuh subur, sebagaimana mencitai, melindungi dan memperjuangkan orang-orang yang kita cintai. Rasa cinta pada tanah air kan terus mengalir, sebagaimana mecintai dan mempertahankan setiap jengkal tanah dengan SHM atas nama diri kita.
Penulis: Susilo (Pengurus JatimPAK, Bidang Pengembangan)
Comments
Post a Comment