DAUROH NASIONAL, PENGUATAN ASWAJA AN-NAHDLIYAH
Tulungagung, 20 September 2024, tepat pukul 21.00 WIB, telah diselenggarakan Dauroh Nasional oleh Aswaja NU Center Tulungagung, bertempat di Aula PCNU Tulungagung. Kali ini mengambil thema "Penguatan Aswaja An-Nahdliyah dan Implementasi NKRI Haraga Mati melalui Spirit Islam Rahmatan lil'alamin". Sebagai agenda Pra Muscab ke 12 yang akan digelar hari ini Sabtu, 21 September 2024.
KH. Yusuf Suharto
KH. Yusuf Suharto (Tim Aswaja LP Ma'arif PBNU) menyampaikan paparan yang pertama. Beliau mengawali dengan penjelasan bahwa sebutan Ahlussunnah waajamaah An-Nahdliyah atau disingkat dengan sebutan Aswaja NU adalah untuk memudahkan penyebutan dan mengidentifikasikan dengan jelas.
Kisah mengapa hormat bendera itu diterima oleh kalangan NU, kala itu belum ketemu takbirnya, yang ketemu adalah syi'ir-syi'ir cinta, sehingga berlandaskan cinta, maka menerima juga keberadaan bendanya (bendera yang menjadi ciri identitas negara). Dalam dekade berikutnya dokumen hasil musyawarah para ulama yang dipimpin KH. Bisri Sansuri telah menemukan takbirnya.
KH. Yusuf Suharto menjelaskan bahwa istilah "Rahmatan lil 'alamin" mendengung lama dimasa kepemimpinan Gus Dur, sedang dimasa KH. Said Aqil Siraj dengan istilah yang banyak berkembang adalah "Islam Nusantara". Dimasa KH. Yahya Staquf, populer dengan istilah "Fiqih Peradaban" ketiganya merujuk pada sumber yang sama. Istilah-istilah tersebut menurut Kemenag disebut "Moderasi Beragama" (wasathiyah Islam). Beliau menemukan istilah lain yang sering disampaikan oleh KH. Musta'in Romly (Pondok Pesantren Darul 'Ulum Jombang) setiap mengakhiri salam dengan mengucap "Ihdinas shiratal mustaqim". Kesimpulan Beliau, bahwa kesemuanya sesungguhnya merujuk pada kalimat yang sama yaitu "Ahlissunnah wal jamaah".
KH. Ma'ruf Khozin
Pemateri kedua adalah KH. Ma'ruf Khozin (Ketua Pengurus Wilayah Aswaja NU Jawa Timur). Sebagai pembuka Beliau sampaikan ada Saudara-saudara kita yang anti dengan cinta tanah, karena dianggap ashobiyah. Mereka banyak mencuit di medsos bahwa nasionalisme gak ada dalilnya.
Syech Yasin Al-Fadani dalam kitabnya Arbain Buldaniyah, kitab kumpulan hadist dari ulama empat puluh negara yang berbeda. Diantaranya ada satu hadist dari Negara Indonesia yang disampaikan oleh KH. Hasyim Asy'ari. Dikisahkan, suatu ketika ada Sahabat yang bertanya, "Kalau ada seseorang mencintai kaumnya, mencintai negaranya itu ashobiyah? Nabi menjawab, "Bukan, ashobiyah itu adalah kalau ada Saudara kita berbuat dzalim, kita menolong dalam dalam kedzalimannya." Artinya siapa yang membiarkan dalam kedzaliman tetap terjadi dialah ashobiyah.
Kalimat yang paling populer "Hubbul wathon minal iman" yang dipolerkan oleh Kyai Mun'im (melalui PKPNU) dari Kyai Maimun Zubair, dari KH. Wahab Hasbullah. Pangejawantahannya adalah dengan tercetusnya hari Santri. Darimana kalimat ini? Ternyata ada dalam kitab shorof dari KH. Kholil (Bangkalan), yang diselipkan dipinggir salah satu halaman (dalam kitab tersebut) dengan kalimat "Hubbul authon minal iman". Setelah dideteksi bahwa kalimat itu redaksinya bukan hadist, tapi isinya shohih (benar), selaras dengan makna-makna dalam beberapa hadist.
Setelah dilacak ditemukan hadistnya, ketika Nabi hijrah ke Madinah disana terjadi wabah sehingga para Sahabat tidak kerasan. Kemudian Nabi berdo'a yang sangat populer, "Yaa Allah jadikanlah kami orang-orang yang mencintai Negeri Madinah seperti kecintaan kami pada kota Makkah." Ini yang menjadi dasar kecintaan kita pada Indonesia. Sedangkan kalimat jargon "NKRI Harga Mati", adalah NKRI yang sudah bagus menurut para Ulama, sudah tak bisa ditawar lagi. Tidak boleh diganti. Maka sepanjang perjalanan sejarah bahwa tidak ada ceritanya Ulama NU berkhianat pada negerinya sendiri.
Apa betul negeri kita yang tidak menerapkan syari'at termasuk negeri kafir? Tidak, ini dasar kriterianya negeri itu kafir atau bukan. Anas berkata bahwa jika Nabi akan berperang maka Nabi tidak langsung menyerang, tapi menginap sampai pagi dan menunggu. Jika Nabi mendengar adzan, maka Nabi menahan tidak berperang. Jika tidak mendengar adzan maka menunggu sampai semalam. (HR. Bukhori).
Di negara kita tercinta dari ujung barat sampai ujung timur berkumandang adzan lima waktu dalam sehari-semalam.
Semoga bermanfaat.
Penulis: Susilo (Sekretaris I MWCNU Karangrejo)
Joss
ReplyDelete