Jargon yang sangat populer, apalagi dikalangan Warga Nahdliyin, tercantum dalam syair Mars Yaa Ahlal Wathon karya Mbah KH. Wahab Hasbullah (salah satu muassis Nahdlatul Ulama) di dalamnya ada kalimat "Hubbul wathon minal iman".
Lalu benarkah kalimat ini bukan hadits Nabi?
Kiai Muhammad Said dalam kitab Ad-Difa’ ani Al Wathan min Ahammi al-Wajibati ala Kulli Wahidin Minna halaman 3 menjelaskan bahwa umat Islam wajib menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Anjuran mencintai tanah air ini sudah diajarkan oleh Rasulullah SAW sejak dulu. Salah satunya ketika Rasulullah memupuk persaudaraan dan persatuan di kalangan Muhajirin dan Ansor, serta mengakomodasi kepentingan umat Islam, umat Yahudi, dan orang-orang musyrik.
Dalam hal ini Rasulullah memberikan contoh mencintai tanah air seperti ketika beliau mencintai Makkah dan Madinah, karena dua tempat mulia tersebut merupakan tanah air beliau. Mencintai tanah air adalah bagian dari iman karena tanah air merupakan sarana primer untuk melaksanakan perintah agama.
Tanpa tanah air, seseorang akan menjadi tunawisma. Tanpa tanah air, agama seseorang kurang sempurna. Dan tanpa tanah air, seseorang akan menjadi terhina. Syekh Muhammad Ali dalam kitab Dalilul Falihin halaman 37 mengatakan demikian: "Hubbul wathon minal iman"; Cinta tanah air bagian dari iman.
Sebuah kejadian nyata disekitar kita, tak sedikit kasus ini. Seseorang menjadi beradu argumen hebat, bertengkar bahkan gara-gara satu pihak memindah patok batas tanah milik tetangganya. Karena patok pindah sehingga volume tanah berkurang, apakah tetangga tersebut akan diam saja? Tentu orang yang berpikir logis akan mempertahankan tanah hak miliknya. Jika kasus kecil ini kita tarik kepada penguasaan kepemilikan dalam arti luas (kedaulatan negara), apakah kita akan diam saja ketika negara kita sebagian dikuasai orang atau kelompok tertentu atau bahkan negara lain, tentu tidak, inilah yang membangkitkan perlawanan untuk mempertahankan. Karena apa? Cinta pada tanah hak miliknya, cinta tanah airnya.
Cinta tanah air ada dalilnya baik dari Al-Qur’an, hadits, maupun dalil-dalil agama lainnya. Namun kalau yang dipermasalahkan adalah jargon atau jargon ‘hubbul wathan minal iman’, apakah cukup atau tidak dijadikan sebagai dalil cinta tanah air, maka penjelasan Al-Hafizh as-Sakhawi (831 - 902 H) sebagai berikut:
Artinya “Aku tidak menjumpai riwayat ‘hubbul wathan minal iman’ sebagai hadits, sama sekali sebagai hadits, tapi secara substansial maknanya benar. Dalam bagian ketiga dari Kitab al-Mujalasah wa Jawahirul ‘Ilmi karya Abu Bakar Muhammad bin Marwan ad-Dinawari (w 333 H), dari jalur al-Asma’i terdapat riwayat, ‘Aku mendengar seorang badui berkata: ‘Apabila kamu ingin mengenali seseorang, maka perhatikan bagaimana kerinduannya pada tanah airnya, kekangenannya kepada kawan-kawannya dan tangisannya atas apa yang telah berlalu dari zamannya.” (Abdurrahman as-Sakhawi, al-Maqasid al-Hasanah minal Ahadits al-Masyhurah ‘alal Alsinah, [Dar al-Kitab al-‘Arabi], halaman 297).
Penjelasan Imam as-Sakhawi sebagai pakar hadits ini memberi pemahaman bahwa meskipun jargon ‘hubbul wathan minal iman’ bukan hadits, namun maknanya shahih, maknanya benar dan dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam. Jargon ini sudah dikenal sejak ratusan tahun lalu di dalam dunia Islam, utamanya di lingkungan ulamanya. Karenanya tidak aneh bila ulama di Nusantara pun memakainya sebagai jargon untuk memupuk jiwa nasionalisme dan patriotisme pada anak bangsa. Dari dulu hingga sekarang.
Ulama kita tidak menginkari bahwa itu bukan hadits, kami yakin Beliau-beliau jauh lebih memahami dari pada kita bahwa, "Barangsiapa yang berdusta atasku dengan sengaja, hendaklah ia menempati tempat duduk di neraka." (Hadits Mutawatir).
Sangat aneh jika ada yang mengatasnamakan diri menebar ajaran agama Islam yang rahmatan lil'alamin justru menggelincirkan makna "cinta tanah air bagian dari iman" dengan mengatakan bahwa jargon inilah yang menjadi penyebab perpecahan umat, sehingga mereka terpecah-pecah dalam negara masing-masing, ujung-ujungnya khilafah. Begini ulasan selengkapnya:
Terlebih lagi, Islam memang tidak pernah mengenal paham nasionalisme atau patriotisme yang kafir itu, kecuali setelah adanya perang pemikiran (al-ghazwul fikri) yang dilancarkan kaum penjajah. Kedua paham sesat ini terbukti telah memecah belah kaum muslim seluruh dunia menjadi terkotak-kotak dalam wadah puluhan negara bangsa (nation state) yang sempit, mencekik, dan membelenggu. Maka, kaum muslim yang terpasung itu wajib membebaskan diri dari kerangkeng-kerangkeng palsu bernama negara-negara bangsa itu.
Kaum muslim pun wajib bersatu di bawah kepemimpinan seorang Imam (Khalifah) yang akan mempersatukan kaum muslim seluruh dunia dalam satu Khilafah yang mengikuti minhaj nubuwah. (Diberitkan dalam ulasan https://muslimahnews.net/2022/06/19/7635/).
Menurut kami, ulasan di atas (yang berujung pada khilafah) telah ingkar dengan sunatullah yang ada dalam Al Qur'an, artinya; "Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujuraat: 13).
Jika kita memperhatikan firman di atas, bagaimana bisa dikatakan kalau jargon "Hubbul wathon minal iman" menjadi penyebab perpecahan menjadi negara-negara. Padahal jelas, bahwa berbangsa-bangsa, bersuku-suku merupakan ciptaan Allah sendiri. Mereka diciptakan berbeda-beda, suku, adat budaya, bahasa dan berlaianan pula tempat tinggal atau negaranya adalah untuk mengenal dan saling mencintai karena memiliki taqwa.
Lebih lanjut, makna yang kami pahami, seorang yang taqwa tidak akan memusuhi sesamanya walau beda negaranya, tidak menyakiti atau merugikan yang lainnya. Mereka akan hidup berdampingan dengan cara mencintai pada negara masing-masing dengan prinsip dasar rahmah lil 'alamin, pada sesama saudara seiman, saudara sesama manusia dan saudara bertentangga sebagai negara. Sunatullah dalam firman di atas telah ratusan tahun diamalkan di bumi pertiwi, dengan 714 suku bangsa dan 1.001 bahasa, tentu ditambah dengan berbeda-beda corak ragamnya budaya, mereka bersatu padu dalam berbagai perbedaan tersebut. Saling kenal, saling memahami, saling menghormati dan saling melindungi sehingga kokoh utuh dalam persatuan tanpa membedakan.
Dalil-dalil perintah mencintai tanah air
Berikut beberapa dalil dari Al-Qur'an dan Hadits yang memerintahkan untuk cinta kepada tanah air.
Al-Qur’an surat Al-Qashash ayat 85, Syekh Ismail Haqqi Al-Hanafi Al-Khalwathi (wafat 1127 H) dalam tafsirnya Ruhul Bayan mengatakan: “Di dalam tafsirnya ayat (QS. Al-Qashash:85) terdapat suatu petunjuk atau isyarat bahwa “cinta tanah air sebagian dari iman”. Rasulullah SAW (dalam perjalanan hijrahnya menuju Madinah) banyak sekali menyebut kata; “tanah air, tanah air”, kemudian Allah SWT mewujudkan permohonannya (dengan kembali ke Makkah)….. Sahabat Umar RA berkata; “Jika bukan karena cinta tanah air, niscaya akan rusak negeri yang jelek (gersang), maka sebab cinta tanah air lah, dibangunlah negeri-negeri”. (Ismail Haqqi al-Hanafi, Ruhul Bayan, Beirut, Dar Al-Fikr, Juz 6, hal. 441-442).
Al-Qur'an surat An-Nisa’ ayat 66. Syekh Wahbah Al-Zuhaily dalam tafsirnya al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj menyebutkan: “Di dalam firman-Nya “keluarlah dari kampung halaman kamu” terdapat isyarat akan cinta tanah air dan ketergantungan orang dengannya, dan Allah menjadikan keluar dari kampung halaman sebanding dengan bunuh diri, dan sulitnya hijrah dari tanah air.” (Wahbah Al-Zuhaily, al-Munir fil Aqidah wal Syari’ah wal Manhaj, Damaskus, Dar Al-Fikr Al-Mu’ashir, 1418 H, Juz 5, hal. 144)
Pada kitabnya yang lain, Tafsir al-Wasith, Syekh Wahbah Al-Zuhaily mengatakan: Di dalam firman Allah “keluarlah dari kampung halaman kamu” terdapat isyarat yang jelas akan ketergantungan hati manusia dengan negaranya, dan (isyarat) bahwa cinta tanah air adalah hal yang melekat di hati dan berhubungan dengannya. Karena Allah SWT menjadikan keluar dari kampung halaman dan tanah air, setara dan sebanding dengan bunuh diri. Kedua hal tersebut sama beratnya. Kebanyakan orang tidak akan membiarkan sedikitpun tanah dari negaranya manakala mereka dihadapkan pada penderitaan, ancaman, dan gangguan.” (Wahbah Al-Zuhaily, Tafsir al-Wasith, Damaskus, Dar Al-Fikr, 1422 H, Juz 1, hal. 342)
Sedangkan dalil dari hadits Nabi adalah yang artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah." (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan Tirmidzi).
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalany (wafat 852 H) dalam kitabnya Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari (Beirut, Dar Al-Ma’rifah, 1379 H, Juz 3, hal. 621), menegaskan bahwa dalam hadits tersebut terdapat dalil (petunjuk): pertama, dalil atas keutamaan kota Madinah; kedua, dalil disyariatkannya cinta tanah air dan rindu padanya.
Sependapat dengan Al-Hafidz Ibnu Hajar, Badr Al-Din Al-Aini (wafat 855 H) dalam kitabnya ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan: “Di dalamnya (hadits) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas disyari’atkannya cinta tanah air dan rindu padanya.” (Badr Al-Din Al-Aini, Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 10, hal. 135).
Semoga ulasan singkat di akhir Agustus 2024 ini, semoga memberi suntikan energi akan kecintaan kita pada tanah air.
Pesan Anti Korupsi: "Siapa yang benar-benar mencintai tanah airnya, ia tak akan mengkhianati, tak jua menyakiti dengan berbagai tindakan melukai dan merugikan bumi pertiwi dan semua penghuninya. Ia tak akan melakukan korupsi hanya demi memuaskan keinginan diri atau kelompoknya."
Tulungagung, 31 Agustus 2024
Penulis: Susilo (Anggota Jatim PAK)
Sumber:
https://lspt.or.id/kajian/hubbul-wathon-minal-iman-cinta-tanah-air-yang-dianjurkan-dalam-islam/
Comments
Post a Comment