HASTA BRATHA (WAHYU MAKUTHARAMA)
Senin, 26 Agustus 2024 (tadi malam) Pemerintah Desa Punjul Kecamatan Karangrejo Kabupaten menggelar pertunjukan wayang kulit dengan dalang Ki Eko Kondho Prisdianto duet dengan Ki Jabang Ramadhan. Selain dihadirkan sederet waranggono ternama juga dimeriahkan oleh bintang tamu Duo Jo (Jo Klithik dan Jo Kluthuk). Pagelaran ini diselenggarkan dalam rangka tasyakuran atas nikmat kemerdekaan ke 79. Malam ini sepanjang jalan menuju ke Kantor Desa Punjul berubah menjadi meriah dengan lautan pengunjung dan pedagang yang berjajar di kanan dan kiri jalan. Suasana batin yang bahagia terpancar dengan senyuman setiap orang yang datang. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua semua sefrekwensi mendukung dan memeriahkan hajad desanya. Hadir mensupport agenda desa ini Forkopimcam Karangrejo dan Kepala Desa di sekitar tempat acara.
Kali ini Ki Eko menggelar lakon "Wahyu Makutharama", adegan diawali dengan kehadiran Si wanara seta yang sakti mandraguna, Hanuman dan rombongan sowan menghadap Resi di Swelagiri, kehadiran mereka disambut hangat ciri khas orang Jawa. Setelah ditanya Sang Resi, Hanuman menuturkan bahwa kehadirannya adalah untuk menanyakan dua hal, (Pertama) Apakah umurnya masih panjang atau sudah dekat dengan kematian. (Kedua) Apakah ciptaan Tuhan yang berwujud binatang seperti dirinya bisa masuk surga?
Dua pertanyaan ini dijawab dengan bijaksana oleh Sang Resi, bahwa umur, jodoh dan rezeki itu rahasia dari Tuhan, tidak ada seorangpun yang tahu. Jawaban atas pertanyaan yang kedua, jangan ibadah kerana mengharapkan surga, tapi ibadahlah lillah, semata mengharap rahmat-Nya. Jika seorang hamba beribadah karena surga sesungguhnya itu karena nafsu dalam dirinya. Sang Resi melanjutkan bahwa dalam diri setiap hamba terdapat empat jenis nafsu; Nafsu Aluwamah, nafsu yang berhubungan dengan kesenangan perut. Nafsu Amarah, emosional tak terkendali, profokatif hingga mencelakai sesama. Ketiga, Nafsu Supiyah, segala kesenangan yang bersumber dari pandangan mata, seperti seksual dan semua yang ditimbulkan. Keempat, Nafsu Mutmainah, jiwa yang tenang karena benar dalam bersandar, sehingga ia sudah merasa cukup dengan segala pemberian Tuhan dan kasih sayang-Nya.
![]() |
Kemeriahan diluar panggung pagelaran |
Merujuk Jurnal Lakon (Jurnal Pengkajian & Penciptaan Wayang), Vol. XVIII No. 2, Desember 2021 tulisan Rifqi Muawam dengan judul Lakon Wahyu Makutharama sebagai Refleksi Penanaman Nilai-Nilai Pancasila. Wahyu Makutharama adalah wejangan Begawan Kesawasidhi (Kresna) kepada Arjuna. Dengan keteguhan hatinya, Arjuna berhasil melewati konflik dan sampai di hadapan Begawan Kesawasidi. Isi Wahyu Makutharama sendiri merupakan ajaran Hasta Bratha atau delapan pedoman kepemimpinan (Leadershif Jawa) yang bersumber pada sifat dan watak delapan unsur alam, yaitu: matahari, bulan, bintang, mendung, bumi, samudera, api, dan angin. Lakon Wahyu Makutharama dipilih dengan pertimbangan penerima wahyu adalah Arjuna, bukan Puntadewa. Arjuna di sini sebagai simbolisasi dari ajaran Nabi bahwa meski tidak memegang kekuasaan negara, pada dasarnya setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya.
Dari delapan sifat kepemimpian tersebut bisa kita rasakan betapa nilai-nilai yang termuat dalam Hasta Bratha itu senada dengan kandungan nilai Pancasila. Ketuhanan ada pada sifat bumi yang teguh dan tidak pamrih. Kemanusiaan ada pada sifat mendung yang menurunkan hujan serta sifat matahari dan bulan yang memberi pencerahan (dalam hal ini berarti pertolongan). Keadilan ada pada sifat api yang menghukum tanpa pandang golongan. Persatuan dan kesatuan bintang sebagai penghias langit. Kebijaksanaan samudera dalam menampung, bisa diartikan sebagai penampung segala pendapat. Sifat angin yang juga berarti keadilan sosial, bergaul tanpa melihat perbedaan.
Lakon ini mengajarkan bagaimana bersikap sebagai seorang pemimpin, baik itu pemimpin yang menerima amanat kepemimpinan formal tertentu maupun tanggungjawab kepemimpinan yang ditempelkan pada diri setiap manusia yang dibawa sejak lahir. Hasta Bratha sesungguhnya merupakan nilai-nilai integritas yang ditanamkan oleh para leluhur kita. Siapa yang mempertahankan dalam pengamalannya, maka ia akan mampu banyak memberi manfaat kepada sesama, bangsa dan negara.
Semoga bermanfaat.
Selamat Hari SELASA (Setiap hari selalu ada asa)
Penulis: Susilo (Anggota Jatim PAK dan Penikmat Budaya Jawa)
Comments
Post a Comment